Ikan bawal jepang banyak diminati konsumen luar negeri, sayang benih ikan laut ini masih impor
Satu lagi kesempatan mengeruk uang datang
dari usaha budidaya ikan laut, yakni budidaya bawal Jepang atau lebih
dikenal sebagai bawal bintang di Indonesia. Di Jepang, juga Taiwan,
permintaan jenis ikan ini tinggi. Ikan ini digemari karena kandungan
nutrisinya. Japan Food Research Laboratories menyebutkan,
marukoban—sebutan bawal Jepang—memiliki kandungan nutrisi Omega 3
tertinggi yaitu sebesar 2.560 miligram per 100 gram untuk DHA dan 390
miligram per 100 gram untuk EPA.
Bawal jepang tergolong ikan yang bermigrasi tinggi, termasuk hidup di perairan Indonesia. Sejak 7 – 8 tahun lalu beberapa pengusaha perikanan dari Taiwan dan Jepang tertarik untuk mengembangkan budidaya ikan yang merupakan hasil persilangan antara bawal air tawar dan ikan kuwe ini, salah satunya pengusaha bernama Misai Tsai.
Bawal jepang tergolong ikan yang bermigrasi tinggi, termasuk hidup di perairan Indonesia. Sejak 7 – 8 tahun lalu beberapa pengusaha perikanan dari Taiwan dan Jepang tertarik untuk mengembangkan budidaya ikan yang merupakan hasil persilangan antara bawal air tawar dan ikan kuwe ini, salah satunya pengusaha bernama Misai Tsai.
Budidaya Marukoban
Tsai melakukan budidaya bawal jepang di perairan Pulau Kelapa Dua yang berada di wilayah di Kepulauan Seribu. Kawasan budidaya juga termasuk di wilayah daratan Pulau Kelapa Dua khususnya untuk kegiatan pembenihan yang baru dirintis. Sementara untuk kegiatan pembesaran di Keramba Jaring Apung (KJA) yang berlokasi di perairan Pulau Kelapa Dua dengan luas 8.000 meter persegi. Menurut Tsai, budidaya bawal jepang di Indonesia tidak terlalu sulit. “Karena suhu laut Indonesia cocok dengan habitat bawal jepang yaitu berkisar 28 – 30oC, ” jelasnya.
Untuk benih, Tsai memperolehnya dari Taiwan. Ukuran benih bawal yang diimpor sebesar 1 – 3 cm dengan berat 0,2 – 0,4 gram. Sekitar 450 ribu – 500 ribu ekor benih marukoban disebar setiap kali produksi (1 tahun), dengan persentase kemungkinan hidup sekitar 65 %. Tsai yang menjabat sebagai Presiden Director PT Lucky Samudra Pratama menuturkan, impor benih ini dilakukan di awal usaha karena kala itu benih bawal jepang belum bisa dihasilkan di Indonesia. Saat ini, pihaknya tengah berupaya melakukan pembenihan bawal jepang di Indonesia. “Benih yang kita pesan ke sana tidak setiap saat tersedia,” ujarnya.
Dijelaskan Tsai setiap benih yang baru datang harus mendapat perlakuan karantina terlebih dahulu. Perlakuan karantina dilakukan selama 1 minggu di bak karantina. Tujuannya agar benih terbiasa di habitat yang baru. Lalu ikan dipindahkan ke KJA yang berukuran 50 meter dengan kedalaman 8 meter. Ada sekitar 45 KJA berjejer di perairan sekitar Pulau Kepala Dua.
“Setiap keramba dibedakan berdasarkan ukuran mata jaring meter dengan kepadatan ikan 7,5 kg per meter persegi untuk setiap keramba,” jelas Tsai. Sementara pemakaian mata jaring untuk keramba menurut K. Wisnu Putra, Operational Manager PT Lucky Samudra Pratama, disesuaikan dengan ukuran ikan. Ada yang berkisar 4 milimeter, 3 seperempat inci, hingga ukuran dewasa atau siap panen.
Menyoal pakan, Wisnu menuturkan juga diimpor dari Taiwan dan Jepang. Selama kurun waktu 1 tahun pemeliharaan, perusahaannya membutuhkan pakan sebanyak 600 ton untuk sekitar 500 ekor benih hingga panen. “Sengaja kita impor pakan dari luar karena kandungan nutrisinya dapat menghasilkan pertumbuhan dan rasa daging bawal jepang sesuai dengan selera konsumen luar negeri, yang umumnya menginginkan produk fillet (daging tanpa tulang) dan sashimi (daging segar),” jelas pria yang tidak ingin membocorkan harga pakannya.
Tsai melakukan budidaya bawal jepang di perairan Pulau Kelapa Dua yang berada di wilayah di Kepulauan Seribu. Kawasan budidaya juga termasuk di wilayah daratan Pulau Kelapa Dua khususnya untuk kegiatan pembenihan yang baru dirintis. Sementara untuk kegiatan pembesaran di Keramba Jaring Apung (KJA) yang berlokasi di perairan Pulau Kelapa Dua dengan luas 8.000 meter persegi. Menurut Tsai, budidaya bawal jepang di Indonesia tidak terlalu sulit. “Karena suhu laut Indonesia cocok dengan habitat bawal jepang yaitu berkisar 28 – 30oC, ” jelasnya.
Untuk benih, Tsai memperolehnya dari Taiwan. Ukuran benih bawal yang diimpor sebesar 1 – 3 cm dengan berat 0,2 – 0,4 gram. Sekitar 450 ribu – 500 ribu ekor benih marukoban disebar setiap kali produksi (1 tahun), dengan persentase kemungkinan hidup sekitar 65 %. Tsai yang menjabat sebagai Presiden Director PT Lucky Samudra Pratama menuturkan, impor benih ini dilakukan di awal usaha karena kala itu benih bawal jepang belum bisa dihasilkan di Indonesia. Saat ini, pihaknya tengah berupaya melakukan pembenihan bawal jepang di Indonesia. “Benih yang kita pesan ke sana tidak setiap saat tersedia,” ujarnya.
Dijelaskan Tsai setiap benih yang baru datang harus mendapat perlakuan karantina terlebih dahulu. Perlakuan karantina dilakukan selama 1 minggu di bak karantina. Tujuannya agar benih terbiasa di habitat yang baru. Lalu ikan dipindahkan ke KJA yang berukuran 50 meter dengan kedalaman 8 meter. Ada sekitar 45 KJA berjejer di perairan sekitar Pulau Kepala Dua.
“Setiap keramba dibedakan berdasarkan ukuran mata jaring meter dengan kepadatan ikan 7,5 kg per meter persegi untuk setiap keramba,” jelas Tsai. Sementara pemakaian mata jaring untuk keramba menurut K. Wisnu Putra, Operational Manager PT Lucky Samudra Pratama, disesuaikan dengan ukuran ikan. Ada yang berkisar 4 milimeter, 3 seperempat inci, hingga ukuran dewasa atau siap panen.
Menyoal pakan, Wisnu menuturkan juga diimpor dari Taiwan dan Jepang. Selama kurun waktu 1 tahun pemeliharaan, perusahaannya membutuhkan pakan sebanyak 600 ton untuk sekitar 500 ekor benih hingga panen. “Sengaja kita impor pakan dari luar karena kandungan nutrisinya dapat menghasilkan pertumbuhan dan rasa daging bawal jepang sesuai dengan selera konsumen luar negeri, yang umumnya menginginkan produk fillet (daging tanpa tulang) dan sashimi (daging segar),” jelas pria yang tidak ingin membocorkan harga pakannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar